Sensasi Dan Substansi Demokrasi Dalam Pilkada Manggarai

                   

Rinoldus Padur
Pemerati Desa Kole

Penulis | Rinoldus Pandur

Pemerati Desa Kole Satar Mese Barat,Manggarai Flores, NTT

Opini.

Ekspresi tim sukses dalam konstelasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang aka diselenggarakan pada 09 Desember 2020.

Merupakan sebuah strategi gerakan Politik. Kultur politik lokal demikian menjadi manifestasi dari desentralisasi yang sudah kita hidupi bersama selama ini yang mana salah satunya adalah adanya Pilkada.

Pada kerangka konseptual desentralisasi memberi legitimasi bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menentukan dan melaksanakan haluan-haluan penting bagi demokrasi lokal. 

Lebih dari itu paradigma tersebut mengalami perubahan, yaitu desentralisasi adanya keterlibatan sosial (local self governance) dalam dinamika politik lokal, (Tim Program S2 Politik Lokal dan Otonomi daerah,etc).

Pada kerangka legalitas, desentralisasi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang tertuang dalam pasal 1 ayat 7, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem negara kesatuan republik indonesia.

Dua aspek sederhana ini telah memberi arti penting bagi Pemda untuk melaksanakan Pilkada yang mana lazim disebut sebagai pesta demokrasi. Dan tentu, esensi dari demokrasi adalah adanya postulat dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Proses Pilkada adalah suatu peletakan batu pertama atas kepercayaan rakyat kepada salah satu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati (Paslon, Bupati dan Wabup), untuk kemudian dapat menjalankan sistem pemerintahan adil dan makmur. Kepercayaan yang diberikan oleh rakyat tentu melalui proses panjang untuk mencapai sebuah keputusan. Sehingga rekomendasi di bilik suara yang diputuskan oleh masyarakat tentu bukan hal yang main-main.

Dengan kata lain, pada proses inilah kemampuan setiap figur Paslon diuji oleh publik, melalui adanya dialog untuk bertukar tambah pikiran dan transaksi gagasan dalam menggerakan Pemerintahan kedepan. Dalam telusuran historis ketika berbicara demokrasi, kita akan berjumpa dengan ide berlian seperti Soekarno.

Dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi (DBR) dijelaskan bahwa Indonesia tidak mengadopsi demokrasi Barat seperti Yunani, Prancis. Tetapi Indonesia memiliki konsep demokrasi sendiri yaitu demokrasi Pancasila. Itulah demokrasi Keindonesiaan, harus berdiri di atas dua kaki yaitu demokrasi politik dan ekonomi.

Maksud dari konsep Karno mengenai demokrasi tersebut, bahwa aspek paling mendasar dari demokrasi yaitu politik dan ekonomi. Dua hal ini menjadi ruh, semangat bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sensasi Demokrasi

Kabupaten Manggarai adalah salah satu kabupaten yang akan melaksanakan Pilkada. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gunernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, hal ini sebagai legalitas rakyat untuk membentuk kelompok dan tim kemenangan dalam menentukan pemimpin dalam pentas Pilkada.

Saat ini publik Manggarai disuguhkan oleh dua pasangan calon (paslon) yang mencalonkan diri yaitu kelompok Petahana, Deno Kamelus dan Viktor Madur atau sering dikenal dengan singkatan DM dan Paslon dari Hery Nabit dan Hery Ngabut dengan singkatan H2N.

Jika diperiksa dengan saksama, maka setiap ekspresi dan gerakan yang dibangun oleh tim kampanye lebih banyak sensasi semata, seperti klaim kesuksesan dari petahana, atau munculnya akan ada perubahan dari lawannya. Yang mana semua itu bertujuan untuk menarik simpatisan masyarakat Manggarai.

Dalam kondisi seperti ini, saya mengajukan sebuah pertanyaan, sebegitu buruknya pentas Pilkada sampai absen merumuskan konsep demokrasi Pancasila yang berfondasi pada aspek politik dan ekonomi?

Tentu, dengan objektif penulis menganalisis bahwa hilangnya konsep demokrasi Pancasila merupakan akar munculnya sensasi pada pentas Pilkada Manggarai. Klaim kesuksesan dari petahana, atau sejenisnya merupakan kegagalan dan kegagapan dalam merumuskan Manggarai lebih baik.

Sensai merupakan persoalan akut dalam pentas Pilkada Manggarai. Masyarakat harus cerdas dan tidak boleh menutup mata terkait bagaimana kegagalan Pemda selama ini di Manggarai. Jalan, air minum bersih, pendidikan, dll, selalu menjadi akut persoalan. Data BPS yang dirilis setiap tahunnya rupanya tak pernah berubah secara signifikan.

Substansi Demokrasi

Mengisi persoalan akut tersebut, maka dibutuhkan suatu rumusan demokrasi yang substansial. Masih dalam kerangka konsep Soekarno, maka ketika berbicara politik, hal yang harus dimunculkan adalah kerendahan hati dari setiap paslon, dengan tidak boleh mengabaikan yang lain, adanya pendidikan politik kritis bagi masyarakat. Dan hilangkan konfrontasi berlebihan yang menyebabkan dendam politik di masa yang akan datang.

Pada aspek ekonomi, yang dibutuhkan bagaimana keluar dari jebakan oligarki nasional yang terkorelasi dengan lokal dalam mengontrol sumber daya di Manggarai. Paslon harus serius menyusun agenda seperti; menciptakan kelompok kreatifitas masyarakat, mendorong produksi masyarakat dan terintegrasi dengan pasar yang ramah masyarakat.

Dua poin ini jika dijalankan dan menjadi dialog publik maka substansi demokrasi Manggarai dalam Pilkada 2020 kali ini dikembalikan. 

Politik harus dikembalikan pada tempatnya yang mulia dengan tidak mengabaikan aspek apapun. Ekonomi harus dibangun demi kebaikan masyarakat Nuca Lale.(*)


Komentar

Baca Artikel Lainya

Kesulitan Biaya Medis Warga Asal kolang Manggarai Bali,Berharap Ada Yang Membantu

Gegger Seorang Pria di Majung Manggrai Timur di Temukan Tewas Gantung Diri di dalam Rumahnya

Warga Desa Golondari Manggarai Timur Tewas Gantung Diri